Rabu, 19 Januari 2022
Selasa, 18 Januari 2022
Rabu, 22 Juli 2020
APA ITU TARIKH...?
Ketika belajar di pondok
pesantren salaf, salah satu mata pelajaran yang diajarkan, yakni tarekh. Tak
hanya di pondok pesantren, ilmu tarekh atau tarikh juga menjadi salah satu mata
pelajaran wajib di lembaga pendidikan Islam.
Tarikh secara bahasa berarti ketentuan waktu. Secara pengertian tarikh adalah
ilmu yang menggali peristiwa-peristiwa masa lampau agar tidak dilupakan. Ilmu
tarikh sepadan dengan pengertian ilmu sejarah pada umumnya.
Awalnya,
tarikh bermakna penetapan bulan kemudian meluas menjadi kalender dalam
pengertian umum. Dalam perkembangan selanjutnya, tarikh bermakna pencatatan
peristiwa. Semakin maju, ilmu tarikh menjadi lebih luas dan beragam sesuai
dengan perkembangan teknologi pencatatan itu sendiri.
Beberapa
pembagian ilmu tarikh, di antaranya peristiwa sejarah secara umum, seperti
Tarikh at-Tabari, Tarikh Ibn Asr, kemudian biografi seperti Mu’jam Ibnu
Khallikan, pembukuan peristiwa tahun demi tahun (hauliyyat), pembukuan
berita-berita secara kronologis (khabar), dan silsilah.
Kedudukan ilmu
tarikh pada awalnya bukan menjadi perhatian utama para
ulama. Baru antara tahun 170-194 H, saat ulama dan pemikir Islam mengenal
klasifikasi ilmu, ilmu tarikh mulai dimasukkan sebagai salah satu cabang ilmu.
Meskipun saat itu ilmu tarikh tidak berdiri sendiri namun masih menjadi bagian
dari ilmu lain.
Para
ulama juga tidak sama memandang klasifikasi ilmu tarikh. Misalny, Ibnu Nadim
dalam al-Fihrist menempatkan ilmu tarikh di antara bab-bab mengenai bahasa Arab
dan sastra. Al-Khawarizmi menempatkan ilmu tarikh sebagai bagian dari enam
pengetahuan ilmu agama, yakni fikih, akidah, bahasa Arab, menulis, sastra, dan
khabar.
Dalam
kitab Rasail Ikhwani as-Safa ilmu biografi dan tarikh dipandang sebagai ilmu dasar
sederajat dengan menulis, membaca, bahasa Arab, dan puisi. Ilmu yang lebih
tinggi dari itu merupakan ilmu agama. Ibnu Hazm dalam Maratib al-Ulim wa
Kaifiyyah Talabuha bahkan memasukkan tarikh ke kurikulum persiapan dari ilmu
fisika, matematika, dan linguistik.
Ilmu
tarikh yang terus berkembang tidak lepas dari beberapa dorongan. Alquran banyak
menyajikan kisah-kisah yang bertujuan dijadikan teladan bagi manusia. Selain
itu, ada perintah untuk memperhatikan tarikh sebagai pelajaran. Seperti, dalam
surah ar-Ruum ayat 9. “Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka
bumi dan memperhatikan bagaimana akibat oleh orang-orang sebelum mereka...”
Kemudian,
adanya kebutuhan untuk menghimpun hadis karena ajaran Islam yang terkandung di
dalam Alquran mengenai ibdah dan muamalat masih bersifat umum. Penulisan hadis
merupakan perintis jalan menuju perkembangan ilmu tarikh. Setelah muncul ilmu
hadis, muncul juga metode kritik hadis untuk menyeleksi hadis yang benar dan
salah.
Metode
kritik ini juga menjadi metode kritik tarikh paling awal. Kemudian, adanya
kitab-kitab as-Sirah (biografi Nabi Muhammad SAW) oleh para ulama hadis agar
keteladanan Nabi bisa diikuti oleh umat Islam. Sejak itu, penulisan tarikh
semakin berkembang.
Pada
masa sebelum Islam dan awal kebangkitan Islam, para sahabat belum menulis
tarikh. Semua peristiwa sejarah dan hadis disimpan dalam ingatan dan disebutkan
berulang karena mereka menganggap kemampuan mengingat lebih terhormat.
Hadis
Nabi, biografi, dan keadaan tertentu untuk tujuan agama baru ditulis pada akhir
abad ke-1 H dan awal abad ke-2 H setelah wilayah kekuasaan Islam meluas. Masa
itu disebut sebagai awal penulisan tarikh Islam. Perkembangan ilmu tarikh
mencapai puncaknya pada abad ke 9 dan 10 pada Dinasti Abbasiyah.
Pada
awal abad ke-3 H, penulisan tarikh di dunia Islam berkembang pesat didorong
oleh penggunaan kertas yang diprodukasi di Baghdad pada 795 M. Pada masa itu
sejarawan Muslim mulai menulis tarikh umum. Memasuki abad ke-4 perhatian
sejarah lebih diarahkan pada tarikh politik daripada agama. Tarikh politik
menjadi alat propaganda dan objektivitasnya mulai berkurang karena kebanyakan
ditulis dari kalangan istana.
Jumat, 27 Maret 2020
DAARUL ARQAM
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Darul Arqam
Waktu terus berjalan. Kegigihan dakwah Rasulullah ﷺ mulai berbuah, sedikit demi sedikit, para pemeluk Islam mulai bertambah. Rumah Rasulullah yang kecil itu mulai terasa sempit. "Ya Rasulullah, alangkah baiknya jika kita memindahkan tempat pertemuan ke rumahku," usul Arqam. "Rumahku cukup luas untuk menampung jumlah kita yang sudah puluhan orang. Lagi pula, letaknya ada di puncak bukit. Orang-orang jahat tidak mudah mencapai tempat itu untuk mengganggu kita."
Rasulullah pun setuju. Oleh karena itu, pertemuan setiap malam pun pindah ke rumah Arqam. Sebagian pemeluk Islam waktu itu adalah orang-orang lemah : para budak, buruh, orang miskin, perempuan-perempuan fakir, serta orang tertindas lain. Sisanya adalah golongan orang terpelajar dan pedagang kaya.
LANJUT BACA >>
LANJUT BACA >>
SYAHIDAH PERTAMA DALAM ISLAM
#Bagian 34
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Syahidah Pertama
Sabar, demikian sabda Rasulullah ﷺ, setiap kali para pengikutnya mengadukan penderitaan mereka. Saat itu memang tidak ada lagi yang dapat diperbuat selain sabar sampai mati. Sabar yang demikian membuat para pemeluk Muslim pertama sanggup menanggung derita siksa di luar batas kemampuan fisik manusia.
Khabbab bin Al Arat pernah meminta agar Rasulullah ﷺ berdo'a kepada Allah dalam menghadapi penindasan ini. Mendengar ini, Rasulullah duduk dengan wajah merah padam seraya bersabda, "Sungguh telah terjadi sebelum kamu, ada orang yang disisir badannya dengan sisir besi hingga dagingnya mengelupas dan terlihat tulang-tulangnya. Akan tetapi, ia tetap teguh memegang keyakinannya.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى akan menyempurnakan urusan ini sampai seorang penunggang kuda berjalan dari Shan'a ke Hadramaut dan ia tidak takut kecuali kepada Allah. Ingatlah, serigala akan tetap ada di tengah-tengah gembalaan, hanya saja kalian lengah."
SAHABAT YANG TANGGUH
#Bagian 33
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Bilal bin Rabbah
Beberapa pengikut Rasulullah yang pertama berasal dari kalangan miskin dan lemah. Ajaran Islam yang melarang penindasan membuat banyak budak dengan segera menjadi seorang Muslim. Namun, jika tuan mereka tahu akan hal ini, para budak itu dipaksa harus memilih : Kembali menyembah berhala atau disiksa habis-habisan.
"Lemparkan dia dan baringkan tubuhnya di atas pasir !" raung Umayyah bin Khalaf Al Juhmi. Rupanya, ia sangat murka mengetahui seorang budaknya, Bilal bin Rabbah, menjadi pengikut Rasulullah. Lebih murka lagi ia ketika tahu bahwa Bilal, si pemuda hitam itu, lebih memilih menghadapi siksa dan membangkang kehendaknya daripada harus keluar dari agama barunya itu. Orang-orang suruhan Umayyah membuka seluruh baju Bilal.
DAHSYATNYA IMAN

#Bagian 32
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Dahsyatnya Iman
Abu Thalib memanggil Rasulullah dan berkata, "Muhammad, orang-orang Quraisy kembali datang padaku dan mengatakan, 'Wahai Abu Thalib, engkau adalah orang terhormat dan terpandang di kalangan kami. Oleh karena itu, kami meminta baik-baik kepadamu untuk menghentikan keponakanmu itu, tetapi tidak juga engkau lakukan. Ingatlah, kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenek moyang kita, tidak menghargai harapan-harapan kita, dan mencela berhala-berhala kita. Suruh diam dia atau kami lawan dia hingga salah satu pihak nanti binasa!
Abu Thalib memandang wajah keponakannya lekat-lekat, hampir seperti memohon, lalu katanya, "Jagalah Aku, Nak. Jaga juga dirimu. Jangan Aku dibebani dengan hal-hal yang tidak dapat kupikul "
Rasullullah tertegun. Beliau tahu, pamannya seolah sudah tidak berdaya lagi membelanya. Pamannya hendak meninggalkan dan melepasnya. Sementara itu, kaum muslimin masih lemah dan belum mampu membela diri. Namun, semua diserahkan pada kehendak Allah.
Rasullullah bertekad untuk terus berdakwah. Lebih baik mati membawa iman daripada menyerah atau ragu-ragu. Oleh karena itu, dengan seluruh kekuatan jiwa, Rasulullah berkata, "Paman, demi Allah, kalau pun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan. Biar nanti Allah yang akan membuktikan apakah kemenangan itu ada di tanganku atau aku binasa karenanya."
LANJUT BACA >>
Langganan:
Postingan (Atom)