Selasa, 21 Juni 2011

MELEJITKAN BISNIS DENGAN FORMULA 7S

HidupBerkah.comDinamika kompetisi bisnis terus berlangsung nyaris tanpa rehat. Disana setiap organisasi terus didorong memeras peluh demi pelayanan terbaik kepada pelanggannya. Disana nyaris tak ada kata maaf bagi perusahaan yang hanya menghasilkan produk abal-abal; atau memberikan pelayanan yang kering akan inovasi. Disana, setiap buku sejarah akan mencatat siapa organisasi yang terus bisa mengibarkan benderanya, dan siapa yang harus mengucapkan salam sayonara.
Dalam konteks itulah, para pelaku bisnis beruntung lantaran mereka pernah mengenal sebuah jurus yang bertajuk formula 7S. Sejatinya, skema 7S ini dirajut pertama kali oleh McKinsey, sebuah lembaga konsultan manajemen paling prestisius di kolong jagat. Meski diciptakan sekitar 30 tahun silam, formula ini rasanya masih memiliki relevansi yang kuat dengan dunia bisnis mutakhir. Dan karena itulah, kita mencoba membincangkannya pada kesempatan kali ini.
Formula 7S sendiri pada dasarnya merupakan singkatan dari 7 dimensi yang dianggap merupakan pilar bagi tegaknya sebuah kejayaan bisnis. Mari kita mencoba menelisiknya satu per satu.
S yang pertama merujuk pada kata Strategy – atau sebuah elemen vital yang acap menentukan wajah organisasi bisnis ditengah persaingan yang brutal. Yamaha pada tahun 2010 ini akan menjadi nomer satu di tanah air lantaran strategi brilian mereka beberapa tahun silam : yakni ketika mereka menggebrak pasar dengan motor skutik, jauh mencuri start dibanding Honda yang kini tengah kalang kabut. Aqua menjadi nomer satu hingga hari ini lantaran strategi mereka yang sangat dramatis : melakukan inovasi radikal dengan membuat air mineral sebagai minuman utama – sesuatu yang nyaris dianggap sebagai kegilaan ketika pertama kali dimunculkan.
S yang kedua adalah Structure. Duh, berapa diantara kita yang acap frustasi lantaran bebalnya rantai birokrasi di kantor, atau karena lenyapnya komunikasi produktif antar bagian/departemen. Ini semua mungkin terjadi karena bentuk struktur organisasi yang tidak ramping. Atau juga struktur yang terlalu kaku sehingga menciptakan tembok-tembok pembatas yang kokoh diantara departemen yang ada dalam organisasi. Pesannya jelas : bentuk struktur yang tidak pas ternyata diam-diam bisa berdampak sangat destruktif bagi kinerja bisnis.
S yang ketiga adalah System. Astra menjadi handal lantaran mereka punya sistem pengembangan SDM yang cemerlang. BCA menjadi terdepan lantaran mereka punya sistem IT perbankan yang paling pioner diantara yang lainnya. Dan Apple berkali-kali membuat orang terkesima dengan produknya yang cantik nan eksotis lantaran mereka punya sistem inovasi yang mempesona. Jadi bagaimana dengan sistme pada kantor dimana Anda bekerja? Apakah sistem manajemen mutu-nya sudah oke? Apakah sistem pengembangan SDM-nya sudah prima? Atau apakah sistem IT-nya sudah ekselen?
S yang keempat dan kelima adalah Skills dan Staff. Kedua elemen ini saling berkaitan erat : esensinya adalah bagaimana sebuah perusahaan mesti secara konstan mengembangkan ketrampilan (skills), sikap kerja dan pengetahuan para karyawannya. Merujuk pada best practice di Asia, setiap perusahaan sebaiknya memberikan training minimal 40 jam (5 hari) setiap tahun kepada setiap karyawannya. Tentu saja pelatihan dan pengembangan skills ini selalu harus juga disertai dengan skema monitoring yang sistematis; untuk memastikan bahwa skills itu bisa diaplikasikan buat melejitkan kinerja bisnis.
S yang keenam dan ketuju adalah Style dan Shared Values. Style merujuk pada gaya kepemimpinan (leadership style) yang ada dalam organisasi. Sementara shared values adalah nilai budaya kerja yang hidup ditengah organisasi tersebut. Kedua elemen ini biasanya saling berkelindan. Gaya kepemimpinan dari top management (terutama owner) yang visioner cenderung akan menghasilkan budaya organisasi yang visoner pula.
Kedua elemen tersebut memiliki peran yang amat penting bagi kinerja bisnis. Kepemimpinan yang tangguh pada semua lini, dan terutama pada jajaran top management, akan memberikan dampak yang dramatis bagi peningkatan kinerja bisnis. Kepemimpinan yang tangguh ini juga diharapkan akan memberikan kontribusi penting bagi tumbuh dan mekarnya budaya organisasi yang berorierntasi pada prestasi atau performance-based culture. Dan bukan budaya kerja yang saling menyalahkan, budaya kerja dengan mutu pas-pasan, atau budaya kerja yang miskin kreativitas.
Demikianlah 7 pilar kunci yang mesti dirawat dengan penuh ketulusan. Jika segenap elemen ini bisa dirajut dengan optimal, maka sinergi 7 pilar ini niscaya akan membuka rute bagi perjalanan bisnis yang cemerlang. Sebaliknya, jika 7 pilar itu terus diabaikan maka gerak kinerja bisnis akan selalu terkoyak penuh luka. Dan itu artinya : sebentar lagi kidung kematian (alias kebangkrutan bisnis) mungkin harus segera dilantunkan.